} -->

Santan Bukanlah Lemak Jahat

Padang, Haluan- Tidak perlu takut makan makanan yang menggunakan santan. Santan tidak sejahat yang diduga. Santan ternyata lebih ramah daripada minyak yang dihasilkan oleh kelapa itu sendiri.


       Hal ini menjadi poin menarik dalam buku berjudul Menu Sehat Makanan Minang yang dikarang oleh Nur Indrawaty Lipoeto yang baru mengukuhkan gelar guru besarnya, Rabu (10/11) di Convention Hall Universitas Andalas. Buku ini pun dibedah langsung oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasioanal (BKKBN), Fasli Jalal.
    Selain itu dalam pengukuhannya ini. Nur juga memberikan orasi ilmiah berjudul Melawan Epidemik Obesitas. Hal ini juga berhubungan dengan pameo banyak orang, santan adalah salah satu penyebab obesitas.
       Dalam ulasannya, Fasli Jalal mengatakan, tidak menampik pandangan masyarakat umum bahwa kelapa merupakan sumber minyak yang bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti obesitas, diabetes mellitus dan lainnya.
     “Namun hal ini tidak terjadi pada makanan Minang karena --- makanan Minang adalah santan, bukan minyak. Dari beberapa penelitian di kawasan Asia Pasifik, santan lebih rendah kalorinya daripada minyak, dengan berat yang sama. Dalam satu gelas susu, kalorinya hanya sepertiga dari minyak dalam jumlah yang sama. Santan pun bisa menurunkan kolesterol. Jadi santan adalah lemak yang tidak punya lemak,” jelas Fasli.
     Santan dalam makanan Minang ini disebut sehat, karena dipengaruhi oleh bumbu masakan Minang yang kaya dengan antioksidan. Bumbu inilah yang memproteksi makanan Minang yang kaya dengan santan. Karena itu, obesitas yang terjadi di Sumatera Barat, tidak terlalu tinggi dibanding negara lain.
       “Kita akui, kecendrungan penderita obesitas akan meningkat. Saat ini penderita obesitas sekita 10 sampai 15 persen. Kecendrungannya bisa meningkat hingga 20-25 persen. Yang kita lakukan saat ini adalah mencegah jangan terlalu cepat kenaikan ini terjadi,” katanya.
      Sementara itu Nur Indrawaty Lipoeto mengatakan, berdasarkan survey yang dilakukan pada tahun 1990 hingga awal 2000an, memperlihatkan penderita obesitas meningkat dari satu persen menjadi enam persen. Berdasarkan hasil Riskesdas, tahun 2007, penderita obesitas meningkat dari 10 persen menjadi 11,7 persen pada tahun 2010. Sementara untuk Sumbar, berada di peringkat 15 dari 33 provinsi yang mempunyai penderita obesitas.
       “Penderita obesitas di Sumbar delapan persen di tahun 2007 dan meningkat menjadi 12,5 persen di tahun 2010,” kata Nur.
       Menurut Nur, yang perlu dihindari dalam masakan Minang adalah jangan mengulang memasak kembali. Karena akan menghilangkan zat antioksidan yang terkandung. Kemudian tradisi menggunakan santan pun harus dijaga. Karena saat ini, kelapa merupakan satu-satunya sumber lemak selain lemak hewani di Indonesia. Indonesia tidak menggunakan keju dan mentega, namun menggunakan lemak yang berasal dari santan.
      “Meski kita akui makanan Minang ini juga memiliki beberapa kelemahan. Seperti terlalu banyak garam dan sedikit sayur dan buah. Karena itu, yang perlu kita perhatikan adalah kelemahannya ini,” pungkasnya. 

(Diketik ulang, sumber : Harian Umum Haluan, 21 November 2013)

http://bumbu-kini.blogspot.com/










Tidak ada komentar:

Posting Komentar